Supersemar (surat perintah
sebelas maret) sampai saat ini masih menyimpan berjuta misteri dibaliknya. Jika
selama ini versi yang beredar menceritakan bahwa Supersemar merupakan surat
perintah dari Soekarno untuk Soeharto, maka Soekardjo Wilardjito memiliki
cerita tersendiri balik Supersemar. Pengakuan dan kisah yang disampaikan oleh
Wilardjito tentu menarik untuk ditilik dan dikaji karena versi lain dari
sejarah yang diungkapkan oleh Wilardjito pun tentu dapat menambah daftar versi
dari sejarah yang ada. Soekardjo Wilardjito merupakan pengawal Presiden
Soekarno yang telah menjadi tentara selama lebih dari 27 tahun. Wilardjito juga
merupakan seorang pahlawan yang turut ambil peran dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia.
Wilardjito dilahirkan di Jogjakarta
dan merupakan kerabat dekat dari Presiden ke-2 Indonesia, Presiden Soeharto.
Cerita supersemar versi Wilardjito dimulai setelah ia ditangkap dan
dipenjarakan selama 14 tahun. Wilardjito ditangkap dengan tuduhan sebagai PKI
dan dipenjarakan tanpa diadili selama 14 tahun dibawah kepemimpinan Presiden
Soeharto. Selama menjalani masa hukumannya –jika 14 tahun penjara dapat
dikatakan sebagai hukuman, bukan siksaan-, Wilardjito mengalami begitu banyak
kekerasan yang bahkan tidak pernah terlintas dalam bayangan manusia normal.
Wilardjito juga kerap dipindahkan dari penjara satu ke penjara lainnya tanpa
tahu bagaimana nasib hidupnya esok hari.
Wilardjito pun dipenjarakan tanpa
pernah tahu apa kesalahannya dan mengapa ia dipenjarakan. Satu-satunya alasan
yang membuatnya dipenjarakan adalah karena pada saat Supersemar ditandatangani,
ia sedang bertugas untuk menjaga dan mendampingi Soekarno. Wilardjito
mengungkapkan bahwa supersemar ditandatangani oleh Soekarno dalam keadaan
dibawah ancaman pistol. Pada malam itu (11 Maret 1966), Soekarno sedang
beristirahat di kamar, dan tiba-tiba terdapat 4 orang Jenderal datang menhadap
untuk menyampaikan hal yang sangat penting. Dari ke-4 orang jenderal tersebut
dua diantaranya adalah Jenderal Basoeki Rachmat dan Jenderal M. Panggabean. Ke-4
jenderal tersebut datang untuk menyerahkan surat yang menyatakan bahwa Soekarno
mengundurkan diri dan Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk
melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Hal
yang ganjil dari surat tersebut adalah bahwa surat tersbeut memiliki kop surat
Militer, bukan kop surat kepresidenan. Awalnya Soekarno menolak untuk
menandatangani surat tersebut dan menanyakan keganjilan kop surat yang ada.
Namun, secara tiba-tiba Jenderal Basoeki Rachmat mengeluarkan pistol dan
menodongkannya kepada Soekarno. Secara refleks, Wilardjito pun mengeluarkan
pistol sebagai bentuk perlindungan untuk sang presiden. Presiden Soekarno
akhirnya dengan tenang melerai ketegangan tersebut dan menandatangani Supersemar,
dengan syarat jika keadaan telah stabil, Soekarno memiliki hak untuk merevisi
surat perintah yang ada. Hal ini disetujui oleh para jenderal tersebut, dan
pertumpahan darah pun dapat dihindari.
Nyatanya, cerita supersemar tidak
berhenti disitu. Masih berdasarkan pada penuturan Wilardjito bahwa pada tanggal
13 Maret Soekarno mengkoresksi Supersemar, namun hal tersebut tidak digubris
oleh Soeharto, sampai akhirnya Soekarno lengser dari jabatannya. Sebagai
seseorang yang diberikan mandat langsung oleh Soekarno –jika memang benar
begitu adanya-, hal pertama yang dilakukan Soeharto tentu saja membubarkan PKI
dan menganggap PKI sebagai partai terlarang di Indonesia. Langkah ini diambil
Soeharto mengingat begitu banyaknya desakan untuk membubarkan PKI terutama
setelah peristiwa berdarah G 30 S/PKI. Selain itu, Soeharto juga menangkap
orang PKI, orang yang dianggap PKI dan orang yang di PKI kan -baik wanita
maupun anak-anak sekalipun-, dan membunuh mereka. Peristiwa ini merupakan salah
satu dari sejarah terkelam perjalanan bangsa Indonesia.
Kembali kepada Supersemar,
Wilardjito mengungkapkan bahwa setelah lengser dari jabatannya, Soekarno
diasingkan ke Wisma Yasso sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada
tahun 1971. Menurut buku sejarah yang ada bahwa Soekarno meninggal dikarenakan
sakit yang telah lama dideritanya. Namun, Wilardjito mengungkapkan bahwa
kematian Soekarno disebabkan oleh penyuntikan obat tidur yang akhirnya mambuat
Soekarno overdosis.
Wilardjito mengungkapkan
fakta-fakta lain sejarah mulai dari serangan 1 Maret 1949 sampai dengan
konspirasi G 30 S/PKI dalam bukunya yang berjudul “Mereka Menodong Soekarno”.
Wilardjito mengungkapkan kebenaran yang diketahuinya sebagai bentuk dari
pembelaannya terhadap bangsa. Dia merasa bahwa selama ini rakyat telah dibodohi
oleh sejarah yang telah disetting sedemikian rupa demi kepentingan pribadi
maupun golongan. Wilardjito sempat dituntut, karena dianggap menyebarkan cerita
palsu melalui bukunya. Namun pada tahun 2008, Mahkamah Agung memenangkan
Wilardjito di pengadilan dan memutuskan pengakuan Wilardjito sebagai sumber
lain dari sejarah yang ada.
Penulis menganggap bahwa apa yang
disampaikan Wilardjito dalam bukunya sebagai sebuah pengetahuan akan sejarah
yang dilihat dari sisi yang berbeda. Dalam buku ini, sejarah diungkapkan oleh
orang yang turut serta terjun ke dalam peristiwa sejarah tersebut. Walau buku
ini mengundang banyak kontroversi, namun penulis menganggap bahwa tidak ada
yang salah dengan mempelajari sejarah dari sisi yang berbeda. Jika selama ini
kita hanya belajar sejarah dari buku pelajaran di sekolah, maka membaca buku
ini tentu dapat menambah pengetahuan dan membantu kita untuk mengenal Indonesia
lebih jauh dan lebih baik. Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar