Kamis, 29 Oktober 2015

Pendidikan Yang Berpihak Kepada Siswa

Pendidikan menjadi salah satu isu yang tidak pernah ada habisnya diperbincangkan. Dimanapun dan dari masa ke masa pendidikan selalu mendapatkan perhatian. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa pendidikan merupakan hal yang penting yang selalu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Terdapat banyak definisi mengenai apa pendidikan itu. Salah satu definisi pendidikan menurut Caplin (1992), Tardif (1987) dan Rober (1988) adalah pengembangan potensi dan kemampuan manusia secara menyeluruh yang dilaksanakan dengan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, kecakapan dan kemampuan yang dibutuhkan. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan (2002) memberikan definisi lain dari pendidikan sebagai proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan melalui pengajaran, pelatihan, proses, cara, dan perbuatan mendidik. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan tempat bagi manusia untuk belajar ilmu tentang bagaimana menjalani hidup dan bagaimana untuk bersikap dan berperilaku dalam hidup. Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003, pendidikan dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan non-formal. Essay ini akan fokus kepada jalur pendidikan formal dengan membahas sekilas sejarah dan perkembangan pendidikan di Indonesia, urgensi pendidikan, permasalahan pendidikan di Indonesia dan bagaimana cara mengatasinya.

Jika membicarakan pendidikan di Indonesia, maka alangkah baiknya jika melihat kepada sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, karena seperti apa yang disampaikan oleh Rifa’i (2011) bahwa tidak ada bangsa di dunia ini yang dapat bergerak dan berkembang secara dinamis tanpa adanya proses, pergerakan, dan perkembangan pendidikan. Masih mengutip Rifa’i dalam bukunya yang membagi periode pendidikan menjadi  6 periode. Mereka adalah pendidikan masa klasik, pendidikan di masa penjajahan, pendidikan di masa kemerdekaan, pendidikan di masa orde lama, pendidikan di masa orde baru dan pendidikan di masa reformasi. Dari setiap periode, pendidikan memiliki jiwa, semangat dan ciri khasnya tersendiri. Pendidikan pada masa klasik atau pada masa kerajaan, lebih terfokus kepada pendidikan moral, perilaku, budaya dan tata pemerintahan kerajaan. Pendidikan pada masa penjajahan menekankan kepada proses birokrasi dan administrasi ke arah yang lebih modern. Pendidikan pada masa kemerdekaan memiliki semangat untuk melepaskan diri dan bangsa dari cengkeraman penjajah. Pendidikan di masa orde lama dipengaruhi oleh pertarungan ideologis dan politis, yang akhirnya pada masa orde baru juga dipengaruhi oleh pembangunan ekonomi. Terakhir adalah pendidikan yang memiliki semangat untuk mewujudkan demokrasi selaras dengan berkembangan teknologi. Pendidikan di Indonesia juga menarik jika dilihat dari sejarah perubahan kurikulum yang berlaku. Dimulai dari kurikulum pertama yang digunakan pada tahun 1945, lalu berubah menjadi kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan terakhir pada tahun 2013. Melihat kembali kepada sejarah pendidikan Indonesia yang panjang dan berliku, dapat dilihat bahwa pendidikan merupakan unsur yang penting yang mengiringi kemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia.


Urgensi pendidikan dapat terlihat secara jelas dari kedua definisi tersebut dan dari sejarah pendidikan Indonesia. Pertama, pendidikan merupakan tempat dimana karakter seorang manusia dapat terbentuk. Pendidikan yang baik dapat menjadi tempat dimana manusia menempa diri untuk memiliki karakter yang baik. Besar kemungkinan jika seorang manusia memiliki karakter yang baik, maka kualitas SDM pun akan meningkat. Hal ini akan memiliki dampak yang positif terhadap perkembangan bangsa kedepannya. Kedua, pendidikan juga dapat menjadi tempat untuk menempa SDM yang berkualitas agar siap untuk bersaing di dunia globalisasi yang semakin ganas.  Haas (1994) menyatakan bahwa pada abad ke-21 manusia dituntut untuk memiliki soft skill dan keterampilan yang relevan dengan dunia pasar, dimana soft skill dan keterampilan tersebut berhubungan dengan kemampuan untuk memasuki dunia kerja yang real. Ketiga, SDM yang berkualitas dapat menyelamatkan bangsa dari keterpurukan sektor ekonomi yang merosot secara signifikan yang dimulai pada tahun 1998. Dody Heriawan Priatmoko mengutip pernyataan Schutz dan Solow dan menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang penting dalam perbaikan ekonomi dengan cara meningkatkan kualitas SDM. Dua negara yang telah berhasil memajukan ekonomi dengan cara memperbaiki sistem pendidikan adalah Jepang dan Cina. Kedua negara tersebut merupakan negara yang diperhitungkan sebagai raksasa ekonomi. Hal ini tercapai karena pendidikan di Jepang dan Cina yang telah berhasil melahirkan manusia-manusia berkualitas yang mampu untuk bersaing di dalam dunia global dengan cara memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu dalam belajar. Ketiga hal tersebut berkaitan satu sama lain mengapa pendidikan menjadi hal yang penting bagi setip individu.

Pendidikan yang baik dan memanusiakan manusia dapat dibilang masih jauh untuk dicapai oleh Indonesia, salah satunya karena setiap individu tidak memiliki kesempatan yang sama untuk sama-sama berkembang dalam pendidikan. Pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri mereka juga masih jauh untuk dicapai. Confusius, salah satu guru pertama di Cina menyatakan “in education there is no discrimination”. Diskriminasi yang paling mudah ditemukan mungkin adalah diskriminasi karena perbedaan kecerdasan siswa. Status quo bahwa siswa yang cerdas dan pintar adalah siswa yang mendapatkan nilai tinggi dalam pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris tentu telah mempersempit pengertian dari cerdas itu sendiri. Howard Gardner mendefinisikan bahwa kecerdasan yang sesungguhnya adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Siswa yang memiliki nilai Matematika atau Bahasa Inggris tinggi biasanya akan dianggap siswa yang cerdas dan mendapatkan perhatian special dari sang guru. Perlakuan yang berbeda di dalam kelas mungkin terlihat sederhana, namun berdampak besar pada perkembangan dan psikologi para siswa. Secara tidak langsung siswa dipaksa untuk menjadi manusia yang diinginkan oleh sang guru. Keunikan dan kecerdasan masing-masing siswa secara perlahan terbunuh karena sempitnya definisi dari cerdas itu sendiri. Hal ini tentu tidak adil, karena setiap manusia telah dianugrahi kecerdasan yang berbeda oleh Allah. Betapa mirisnya jika seorang siswa yang cerdas dalam bidang musical harus mengubur kecerdasannya karena definisi dan pengertian dari cerdas yang ada hanya berfokus kepada nilai Matematika dan Bahasa Inggris yang tinggi.

Sistem pendidikan di Indonesia pun selama ini hanya terbatas kepada hard skill dan bloom taxonomy terendah. Anderson dan Krathwohl membagi cognitive taxonomy menjadi enam tahapan. Remember, understand, apply, analyze, evaluate, dan create adalah tingakatan dari bloom taxonomy. Selama ini, pendidikan di Indonesia lebih berfokus kepada remember, dimana siswa dituntut untuk dapat mengingat dan menghapal, tanpa mengerti. Tidak ada salahnya dengan mengingat dan menghapal teori-teori, namun akan lebih baik jika pelajaran dapat mencapai tahapan tinggi dalam bloom taxonomy. Hal ini dapat membantu siswa untuk memahami dan mengerti pelajaran berdasarkan kepada real life konteks, dan dapat membantu siswa agar lebih kritis. Sehingga, ketika para siswa terjun langsung ke lapangan, mereka tidak akan kaget, karena telah memiliki soft skill.

Pendidikan yang tidak mendiskriminasi dan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu dapat diwujudkan dengan adanya kerja sama dari berbagai pihak. Pendidikan yang menghargai setiap kecerdasan individu pun perlu diwujudkan, karena pada dasarnya pengertian kecerdasan tidak hanya terbatas pada mendapatkan nilai tinggi dalam pelajaran Matematikan dan Bahasa Inggris. Gardner (1983) menyatakan bahwa terdapat 8 jenis kecerdasan berbeda. Mereka adalah verbal linguistic, logical mathematical, visual/spatial, intrapersonal, interpersonal, musical, bodily kinesthetic and naturalist. Ke-8 kecerdasan yang berbeda tersebut tentu harus diperhatikan oleh para pendidik. Penting bagi para pendidik untuk mengerti 8 kecerdasan tersebut dan mengetahui kecerdasan siswanya, agar nantinya mereka dapat lebih dihargai berdasarkan kecerdasan mereka sendiri. Selain itu, para pendidik pun dapat merancang pembelajaran yang dapat mengcover sebanyak mungkin jenis kecerdasan dalam setiap pembelajaran. Sistem pendidikan yang lebih melibatkan siswa untuk lebih aktif dan berfokus kepada real life konteks pun perlu diwujudkan. Penting bagi para pendidik untuk menyadari dan mengetahui strategi untuk menghidupkan suasana dikusi dan kritis di kelas, sehingga siswa tidak hanya menerima, tetapi juga memiliki kesempatan untuk mengungkapkan ide dan pendapat mereka. Hal ini akan membuat setiap siswa dengan beragam kecerdasannya memiliki kesempatan yang sama untuk memahami pelajaran, karena proses belajar mengajar tidak hanya terfokus kepada menerangkan dan berhitung. 

Pendidikan sebagai salah satu unsur penting dalam mewujudkan kehidupan yang layak, perlu mendapatkan perhatian lebih. Urgensi dari pendidikan sendiri perlu disadari oleh setiap individu, karena pada dasarnya pendidikan memiliki peranan yang besar dalam kemajuan bangsa, terutama dalam bidang ekonomi. Untuk menyelesaikan masalah dalam pendidikan, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak. Dengan mewujudkan pendidikan yang baik, salah satunya yaitu pendidikan yang menghargai setiap kecerdasan dan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk berkembang, akan membantu Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju. Hal ini merupakan pekerjaan dan tugas besar bagi kita semua, dan saling menyalahkan tentunya tidak akan menyelesaikan masalah. Diperlukan action yang nyata untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.


Referensi

Rifa'i, M. (2011). Sejarah Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2002).  Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : 
                                    Balai Pustaka.

S, Ryan. 2009. Rahasia Orang Tua Cina Mengajarkan Bisnis. Yogyakarta : Interprebook.

Rosyada, D. (2007). Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media Group.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar