Selasa, 25 Oktober 2016

World Culture Forum 2016

World Culture Forum (WCF) was a forum held by the Ministry of Education of Indonesia, starting from 10 October to 14 October in Bali. The forum was attended by government officials, ambassadors, and international and public participants. The theme for WCF 2016 was about Culture for Inclusive Sustainable Planet. Cultural visit, symposiums, cultural performance and International Youth Forum were some of the activities in WCF 2016.

I was lucky because I was chosen to be one of public participants to join this forum. Every participant was given the choices to join what symposiums they were interested in. I joined two symposiums which are the most interesting for me. The first symposium was Reviving Culture for Rural Sustainability and the second symposium was Cultural Diversity for Responsible Development. In this writing I will try my best to share the knowledge that I had gained from this forum, hope it can be useful and will inspire many people as well.

Reviving Culture for Rural Sustainability

The first symposium was opened by the first speaker, Aleta Baun, who is familiar to be called Mama Aleta, a lady from NTT who struggled and strived to save her land from the destruction of mining. A very touching and breathtaking presentation started by her quote which said “We do not sell what we cannot create”. Mama Aleta was one of the people in NTT who rejected the coal mining in NTT, as she witnessed how mining is so destructive and dangerous for the nature. Together with other activists she fought against the mining company (and unfortunately also the government) to save the nature. The struggling wasn’t easy though, Mama Aleta was threatened to death by the company, and her family was also physically and mentally harm. She mentioned how she had to hide and survive in the forest for months only with her 5-month baby because the people from mining company tried to kill her. But all the anguish, threats, torture, and fear did not stop her and other activists. After 13-year fight, they managed to close the mining, and now Mama Aleta is one of DPD members for NTT. Culture which teaches people to save the nature because nature is created by Almighty God, is what has inspired Mama Aleta to keep fighting. She knows that people have no right to sell what they cannot create, if people cannot create the life, then do not try to sell and harm the life. If only every human in the world were like her, I am pretty sure world will not face climate change now and no one needs to suffer because of the disaster created by human.

Sabtu, 21 November 2015

ID Volunteering Hub




ID Volunteering Hub

[IDVolunteering] Save Orang Utan = Save the Balance of Ecosystem

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa berinteraksi dengan manusia lainnya untuk bertahan hidup. Ya, itulah salah satu poin penting yang mungkin paling diingat dari mata pelajaran Sosial (IPS) kita sewaktu SD. Sebagai makhluk sosial, hidup manusia memang senantiasa terwarnai dengan berbagai macam interaksi dan transaksi diantara sesama. Namun pada nyatanya, manusia tidak hanya berinteraksi dengan sesama manusia, namun manusia juga berinteraksi dengan makhluk lainnya. Hewan, tanaman, dan makhluk hidup lainnya juga memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup manusia. Walaupun interaksi dan hubungan antar sesama manusia tentu saja berbeda dengan interaksi dan hubungan dengan makhluk hidup lainnya.

Berbagi kepada sesama menjadi salah satu interaksi paling penting dan paling dasar dalam hubungan antar sesama manusia. Dengan berbagi, manusia dapat meringankan beban hidup manusia lainnya dan menciptakan hubungan sesama yang lebih harmonis. Urgensi dari berbagi ternyata tidak hanya ada di dalam hubungan antar sesama manusia, berbagi dengan makhluk lain pun menjadi sebuah agenda penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan alam. Lalu, apa yang dapat dilakukan oleh manusia untuk berbagi kepada makhluk lain? Saya yakin bahwa hal terkecil namun berdampak sangat besar yang dapat dilakukan manusia untuk makhluk lain adalah dengan tidak merusak dan menjaga lingkungan hidup mereka. Hal ini mungkin terlihat simple dan mudah, namun nyatanya, fakta yang ada berkata lain. Di luar sana, masih begitu banyak saudara kita, sesama manusia, yang tidak dapat menjaga, bahkan merusak lingkungan hidup makluk lainnya.

Senin, 09 November 2015

7 Wasiat Rasulullah Kepada Abu Dzar Al-Ghifari

Puji syukur kehadirat Allah yang telah menurunkan utusan-Nya Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan ptunjuk dan jalan paling terang kepada umat manusia di bumi ini, yaitu agama Islam. Pada diri Nabi Muhammad SAW dapat kita temukan suri tauladan terbaik bagi seluruh manusia. Tutur katanya, perilakunya, kebijaksanaannya, semua tingkah lakunya di dunia ini membawa kebaikan dan contoh yang baik bagi setiap manusia di bumi ini.

Berkat kesabaran dan kasih sayang beliaulah kita sampai saat ini dapat menjadi seorang muslim seutuhnya yang bebas memeluk agama Islam secara merdeka. Perjuangan beliau dalam menyebarkan ajaran Islam yang suci dan indah ini sudah tidak dapat diragukan lagi. Caci maki, kekerasan fisik dan psikis sering dialami beliau karena keikhlasan beliau dalam menyampaikan kebaikan. Cinta beliau kepada Allah dan para umat Islam membuat beliau lupa akan semua rasa perih dan sakit yang beliau terima dan rasakan. 

Sebelum kepergiannya, beliau telah meninggalkan begitu banyak suri tauladan yang baik yang dapat kita jadikan pedoman hidup agar dapat menjadi seorang muslim yang kaffah dan seutuhnya. Salah satunya adalah ketujuh pesan beliau kepada salah seorang sahabat, Abu Dzar Al-Ghifari. Ketujuh wasiat tersebut adalah;