Jumat, 28 Maret 2014

Usulan Untuk KPK

Korupsi sepertinya telah menjadi sebuah kutukan bagi bangsa Indonesia dan secara perlahan tetapi pasti siap menghancurkan Indonesia sampai ke akar-akarnya. Aparatur negara yang memiliki kekuasaan menyalahgunakan kekuasaannya dan berlomba-lomba mengeruk kekayaan negara untuk masuk ke kantong pribadi. KPK sebagai lembaga pemilik kekuasaan untuk memberantas korupsi nyatanya belum cukup untuk memberantas korupsi sampai ke akar.

Adalah Christianto Wibisono, mantan aktivis yang pernah menjadi wartawan Harian KAMI yang mencetuskan beberapa ide dan gagasan bagi KPK yang sampai saat sepertinya belum terealisasi. Christianto pernah mendaftarkan diri untuk menjadi ketua KPK pada tahun 2007, namun sayang langkahnya harus berhenti, dikarenakan tidak lolos peringkat 10 besar. Christianto mengungkapkan bahwa terdapat 2 jenis korupsi yang terjadi saat ini, yaitu state capture type of corruption (SCTC) atau bisa disebut dengan Korupsi Konflik Kepentingan (Kor-3), dan petty administrative corruption (PAC)  atau lebih mudahnya bisa disebut sebagai korupsi kelas teri. Berakar pada kedua jenis korupsi ini, maka lahirlah gagasan untuk menjadi senjata ampuh pemberantas korupsi, yang sayangnya belum terealisasi. Berikut adalah gagasan yang diajukan oleh Christianto :

Pertama, perlu disusunnya UU Amnesti Berpenalti dengan jangka waktu satu tahun sebagai ajang pertaubatan bagi para pelau korupsi di masa lampau. Dalam jangka satu tahun ini, pelaku korupsi wajib mengembalikan kekayaan negara yang pernah dipergunakan secara tidak bijak. UU ini penting untuk diterapkan mengingat banyaknya pelaku korupsi di masa lalu yang sampai saat ini belum tersentuh hukum sama sekali. Contoh yang paling jelas tentu saja Alm. Presiden Soeharto yang sampai akhir hayatnya bahkan tidak pernah duduk di bangku pengadilan untuk menyelesaikan kasus korupsinya dikarenakan berbagai macam alasan. Di luar sana saat ini tentu saja masih banyak terdapat Soeharto-Soeharto lainnya yang dengan santai dan lenggang membawa kekayaan hasil korupsi untuk modal awal meraih kekayaan yang tidak pernah terjamah hukum. Dengan adanya UU ini, diharapkan negara dapat memperoleh kekayaan yang dirampas oleh mereka yang tidak bertanggungjawab, dan mempergunakannya untuk kepentingan rakyat.

Kedua, penyusunan UU Pembuktian Terbalik yang akan menyeret pelaku korupsi yang tidak mengembalikan kekayaan negara dalam jangka waktu yang diberikan. Selain hukuman penjara dalam sistem peradilan konvensional, pelaku korupsi juga wajib dikenakan denda kepada negara yang nominalnya disesuaikan dengan jumlah korupsi. Penyitaan seluruh harta yang diraih dari hasil korupsi juga diterapkan dalam UU ini. Saat ini KPK mungkin telah menerapkan UU ini, namun perlunya ketegasan dan penghitungan lebih cermat dalam penyitaan kekayaan. Sehingga nantinya tidak akan ada keluarga pelaku korupsi yang masih bisa menggunakan mobil mewah dan plesiran ke berbagai negara.  

Ketiga, penyusunan UU Anti-Konflik Kepentingan sebagai penangkal tumpang tindihnya kepentingan dalam menjalankan pemerintahan. Melihat fenomena dimana banyaknya pengusaha yang bertransformasi menjadi penguasaha (penguasa dan pengusaha), yang sarat akan kepentingan pribadi, maka UU ini dapat menjadi solusi. Negara demokrasi mapan seperti AS contohnya, mewajibkan pengusaha yang menduduki jabatan publik untuk memasrahkan asset bisnisnya kepada lembaga bernama blind trust management. Para penguasaha di AS juga diwajibkan memiliki dua buku laporan keuangan. Pertama, adalah buku kekayaan pribadi yang berisi gaji dan penghasilan yang didapatkan. Kedua, buku dana yang digunakan sebagai dana kampanye politik. Dengan adanya pemisahan kedua laporan ini, diharapkan adanya transparansi dan manajemen yang lebih bersih antara kekayaan pribadi sang pengusaha dan pengunaan dana yang digunakan untuk kampanye dan keperluan partai lainnya. Sehingga hal ini bisa menghindarkan konflik kepentingan yang akhirnya menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan untuk mensejahterakan partai atau bisnis pribadi sang penguasaha.

Ketiga ide diatas rasanya sangat sayang jika hanya menjadi ide dan gagasan, oleh karena itu saya mencoba berbagi ide ini. Mungkin kedepanya jika memiliki kesempatan, ide dan gagasan ini dapat direalisasikan untuk menjadi salah satu cara pemberantasan korupsi, karena sejatinya pemberantasan korupsi secara menyeluruh memerlukan kerjasama diperlukan dari berbagai pihak. Termasuk dari masyarakat sebagai inti dari sebuah negara demokrasi.

Wibisono, C. (2010). Jangan pernah jadi malaikat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar