Minggu, 01 Desember 2013

Sjahrir

Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia ini namanya mungkin tidak seharum nama Sukarno atau Hatta yang banyak dipuja banyak orang. Sosok Sjahrir memang banyak menuai kontrofersi, keputusan-keputusannya selama menjadi perdana menteri banyak menuai protes dan penolakan dari banyak pihak. Bahkan, sahabat seperjuangan dan seideologinya, Amir Sjarifoedin pada akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan perjuangan berbeda dengan Sjahrir. Namun, bagaikan sebuah koin yang memiliki dua sisi, Sjahrir telah banyak membuat kagum dan segan banyak orang. Bahkan kawan seperjuangan yang memiliki ideologi berbeda seperti Tan Malaka misalnya, sungguh sangat menghormati Sjahrir walau mereka tidak pernah memiliki pandangan yang sama soal perjuangan.



Berbicara tentang Sjahrir, kebijakan diplomasinya di awal kemerdekaan Indonesia tentu menjadi hal yang sangat identik dengan sosoknya. Keadaan Indonesia setelah kemerdekaan memanglah belum stabil, dikarenakan ‘perebutan’ kependudukan di Indonesia oleh Belanda yang membonceng sekutu. Proklamasi Indonesia tidak diakui Belanda dan sekutu dikarenakan Jepang yang kalah dalam perang idealnya memberikan daerah jajahannya kepada Belanda dan sekutu yang mengalahkan Jepang. Belanda dan sekutu juga menganggap bahwa kemerdekaan yang diperoleh Indonesia merupakan kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Melihat ini, Sjahrir berpikir perlu adanya kabinet yang non-Jepang murni. Akhirnya diputuskanlah Sjahrir menjadi pemimpin kabinet pada saat itu. Selama proses menuju proklamasi, Sjahrir memang tidak pernah berkomunikasi dengan Jepang soal proklamasi dan benar-benar menunjukan sikap anti Jepang.

Setelah menjadi perdana menteri, Sjahrir menjadi melunak kepada Belanda dan sekutu, yaitu dengan memberi ruang lebih untuk berunding. Hal ini banyak ditentang oleh para pejuang lainnya. Bung Tomo, Tan Malaka, Masyumi, dan PNI menjadi penentang paling keras atas kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Bantuan beras ke India merupakan kebijakan pertama yang ditentang. Protes terjadi dikarenakan pada saat itu Indonesia masih sangatlah miskin dan masih membutuhkan banyak pasokan pangan untuk warga miskin. Kebijakan ini juga mengudang kemarahan Belanda, dikarenakan blokade ekonomi pada saat itu masih berlaku.

Namun kebijakan tersebut tidak sekontrofersial kebijakannya untuk menandatangani Perjanjian Linggarjati dengan Belanda di Malang pada tanggal 25 Maret 1947. Perjanjian Linggarjati ini dinilai telah menjual Indonesia secara murah kepada penjajah. Perjanjian Linggarjati memutuskan bahwa bagian Indonesia hanyalah Jawa, Suamtera dan Madura. Indonesia juga menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan tergabung dalam UNI Indonesia Belanda. Penentangan atas Perjanjian Linggarjati terjadi dimana-mana. Hatta menulis dalam bukunya, ketika Hatta dan Sjahrir ke beberapa kota di Sumatra untuk memberikan pidato, tidak jarang Sjahrir mendapat celaan dan hinaan dari masyarakat dan menyebutnya sebagai pengkhianat bangsa.

Jika dilihat dari satu sisi, mungkin kebijakan-kebijkan Sjahrir terkesan sangatlah lunak dan seperti tidak berpendirian, padahal dialah yang paling keras menentang berunding dengan Jepang sebagai penjajah ketika awal menjelang proklamasi. Namun, tidak padat dipungkiri bahwa kebijakan-kebijakan Sjahrir yang menekankan kepada diplomasi telah membawa Indonesia ke sisi lain dari kehidupan sebagai sebuah negara berdaulat. Kebijakan bantuan beras ke India misalnya, yang secara tidak langsung telah menjadi langkah awal sebagai pengenalan Indonesia sebagai negara baru yang merdeka kepada dunia internasional. Setelah bantuannya ke India, Indonesia diundang oleh Jawahalal Nehru untuk menghadiri Konferensi Asia di New Delhi. Disinilah Sjahrir datang sebagai wakil dari sebuah negara baru yang telah merdeka dan berdaulat bernama Negara Indonesia. Setelah dari New Delhi, Sjahrir meneruskan perjalanannya ke Iran, Mesir, Suriah, Burma dan Singapura untuk memeprluas jaringan dalam rangka meraih simpati dan dukungan internasional untuk Indonesia.

Sama halnya dengan bantuan beras ke India, Perjanjian Linggarjati pun telah membawa Indonesia ke sebuah sisi yang baru. Tujuan utama Sjahrir mengadakan Perjanjian Linggarjati adalah untuk menghentikan pemberontakan yang terjadi dimana-mana yang telah membawa Indonesia ke dalam keadaan yang semakin terpuruk. Pemberontakan yang terjadi di banyak daerah seperti di Semarang dan Surabaya telah menelan begitu banyak korban karena ketidakseimbangan kekuatan antara Indonesia melawan Belanda dan Inggris. Dengan adanya Perjanjian Linggarjati, gencatan senjata pun terjadi. Setidaknya, hal ini memberikan waktu kepada Indonesia untuk mengencangkan tali kekang sebelum kembali berjuang. Memang, pada akhirnya Perjanjian Linggarjati akhirnya dilanggar oleh Belanda dengan melakukan agresi militer pada 21 Juli 1947. Agresi militer tersebut membuat posisi Indonesia semakin terjepit karena Belanda berhasil menduduki separuh pulau Jawa dan posisi ibukota di Jogjakarta pun terancam. Sjahrir melihat hal ini sebagai kesempatan untuk membalikan meja dan merubah keadaan dan membawa hal ini ke sidang internasional PBB. Sjahrir berpidato di depan sidang PBB dan menyatakan bahwa Belanda telah secara sadar dan sengaja melanggar Perjanjian Linggarjati. Sidang di Lake Success ini telah berhasil membuat Indonesia mendapatkan dukungan dari dunia internasional dan membuat posisi Belanda di dunia internasional semakin terjepit. Sampai akhirnya Belanda mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat pada tahun 1949.

Memang jika tidak ada habisnya jika berbicara tentang sejarah, karena sejarah merupakan hal yang tidak pernah bosan untuk dipelajari dan selalu menarik melihat fenomena masa lalu dari berbagai sisi, begitupun dengan Sjahrir, ‘Bung Kecil’ yang sosoknya tidak jarang menuai caci, namun dalam waktu bersamaan pun telah mengundang banyak decak kagum. Sehingga tidak heran jika sampai saat ini namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Kota Leiden, Belanda. Tidak hanya namanya yang abadi, namun sosoknya pun akan menjadi sosok yang abadi dalam sejarah perjalanan panjang Bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar